Kamis, 27 Oktober 2011 - Dengan menggunakan teknik ini, para peneliti dapat menciptakan ratusan ribu sinapsis pada satu cawan laboratorium, kemudian menggunakannya untuk menguji efek dari senyawa obat yang potensial.
Masing-masing dari 100 miliar neuron di otak membentuk ribuan koneksi dengan neuron lainnya. Koneksi-koneksi ini, yang dikenal sebagai sinapsis, memungkinkan sel untuk secara cepat berbagi informasi, mengkoordinasi aktivitas mereka, hingga mencapai pembelajaran dan memori. Kerusakan pada koneksi-koneksi ini terkait dengan gangguan neurologis termasuk autisme dan penyakit Alzheimer, serta penurunan memori selama proses penuaan normal.
Banyak ilmuwan yang meyakini bahwa dengan memperkuat koneksi sinaptik dapat menawarkan cara untuk memulihkan berbagai penyakit, serta yang berkaitan dengan usia penurunan fungsi otak. Untuk itu, tim peneliti MIT telah mengembangkan cara baru untuk menumbuhkan sinapsis di antara sel-sel dalam sebuah cawan laboratorium, dalam kondisi yang sangat terkendali, yang memungkinkan skrening skala besar yang cepat untuk memperoleh obat baru yang potensial.
Dengan menggunakan teknologi terbaru, para peneliti telah mengidentifikasi beberapa senyawa yang dapat memperkuat sinapsis. Obat ini dapat membantu mengkompensasi penurunan kognitif pada Alzheimer, kata Mehmet Fatih Yanik, Professor Teknik Elektro di MIT dan pemimpin tim peneliti. Yanik bersama rekan-rekannya mendeskripsikan teknologi ini dalam jurnal Nature Communications, edisi 25 Oktober.
Pada sebuah sinaps, neuron mengirimkan sinyal ke satu atau lebih sel dengan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter, yang mempengaruhi aktivitas sel penerima. Para ilmuwan mampu menginduksi pertumbuhan neuron dalam cawan laboratorium untuk membentuk sinapsis, namun ini biasanya menghasilkan sebuah tumpukan koneksi yang sulit untuk dipelajari.
Dalam pengaturan baru yang dibuat oleh Yanik dan rekan-rekannya, neuron presinaptik (neuron yang mengirimkan pesan melintasi sinaps) bertumbuh dalam kompartemen-kompartemen individu pada cawan laboratorium. Kompartemen ini hanya memiliki satu bukaan, menuju saluran kecil yang mengarah ke kompartemen lainnya. Neuron presinaptik mengirimkan akson panjangnya melalui saluran ke dalam kompartemen lain, di mana ia dapat membentuk hubungan sinaptik dengan sel yang diatur di dalam sebuah kotak. “Dengan begitu kami dapat menginduksi sinapsis pada posisi yang terindentifikasi dengan sangat baik,” kata Yanik.
Dengan menggunakan teknik ini, para peneliti dapat menciptakan ratusan ribu sinapsis pada satu cawan laboratorium, kemudian menggunakannya untuk menguji efek dari senyawa obat yang potensial. Teknik ini mampu mendeteksi perubahan dalam kekuatan sinaptik dengan sensitivitas 10 kali lebih kuat dari metode yang sudah ada.
Dalam studi ini, para peneliti menciptakan dan menguji varian jenis molekul yang dikenal sebagai inhibitor HDAC. HDAC adalah enzim-enzim yang mengontrol seberapa kuat DNA terluka di dalam inti sel untuk menentukan gen-gen yang dapat disalin dan diekspresikan. Inhibitor HDAC, yang melonggarkan gulungan DNA dan mengungkapkan gen yang telah dimatikan, kini sedang diupayakan sebagai perawatan potensial untuk Alzheimer dan penyakit degeneratif-saraf lainnya.
Tujuan para peneliti adalah menemukan inhibitor HDAC yang secara khusus mengaktifkan gen yang meningkatkan koneksi sinaptik. Untuk menentukan mana yang memiliki efek yang terkuat, mereka mengukur jumlah protein yang disebut sinapsin, yang ditemukan di dalam neuron presinaptik. Protein-protein tersebut menghasilkan beberapa inhibitor HDAC yang memperkuat sinapsis, dengan yang terbaik meningkatkan kekuatan sinaps hingga 300 persen.
Beberapa inhibitor HDAC memiliki pengaruh yang kecil pada penguatan sinaptik, menunjukkan pentingnya dalam menemukan inhibitor HDAC tertentu untuk gen-gen sinaptik.
Teknologi baru ini menawarkan perbaikan yang signifikan melampaui metode-metode yang ada untuk pertumbuhan sinapsis dan mempelajari pembentukannya, kata Matius Dalva, profesor ilmu saraf di Thomas Jefferson University, yang bukan bagian dari tim peneliti. “Saat ini kita sangat sedikit sekali mengetahui tentang pembentukan sinaps, jadi ini bisa membuka pintu baru,” katanya.
Dalam studi mendatang, sistem ini juga bisa digunakan untuk menguji hubungan di antara jenis-jenis neuron tertentu yang diperoleh dari berbagai area di otak, yang dianggap sebagai gangguan pada penderita autis. Yanik berencana membuat teknologi ini untuk bisa tersedia bagi kelompok-kelompok penelitian lain yang tertarik melakukan studi tersebut.
Kredit: Massachusetts Institute of Technology
Jurnal: Peng Shi, Mark A. Scott, Balaram Ghosh, Dongpeng Wan, Zachary Wissner-Gross, Ralph Mazitschek, Stephen J. Haggarty, Mehmet Fatih Yanik. Synapse microarray identification of small molecules that enhance synaptogenesis. Nature Communications, 25 October 2011, Volume: 2, Article number: 510. DOI: 10.1038/ncomms1518
Jurnal: Peng Shi, Mark A. Scott, Balaram Ghosh, Dongpeng Wan, Zachary Wissner-Gross, Ralph Mazitschek, Stephen J. Haggarty, Mehmet Fatih Yanik. Synapse microarray identification of small molecules that enhance synaptogenesis. Nature Communications, 25 October 2011, Volume: 2, Article number: 510. DOI: 10.1038/ncomms1518
Tidak ada komentar:
Posting Komentar