Jumat, 27 Januari 2012

I GUSTI MADE OKA SULAKSANA , RUTIN DENGAN PROGRAM LATIHAN

Kenal dengan atlet ini??  Bagi yang belum kenal  beliau merupakan atlet Indonesia dalam bidang selancar angin. Memang di Indonesia olahraga ini belum bayak diminati. Hal ini bisa karena faktor mahalnya peralatan, dan tempat latihan yang harus dilakukan di air.
Sosok yang satu ini sering dipersonifikasi sebagai petarung sejati. Hampir semua program latihan yang diberikan kepadanya dilahap oleh Oka. Bahkan tidak jarang dia masih menambah porsi latihannya diluar yang diberikan  pelatihnya. Dalam bertanding pun tidak ada kamus kalah atau  menyerah bagi Oka jika pertandingan belum berakhir.
Dalam kondisi sakit, Oka masih mampu menyumbangkan medali emas di SEA GAMES 2001 di Kuala Lumpur, Malaysia. Sebuah perjuangan yang patut ditiru oleh atlet lainnya. Sikap disiplin dan mau bekerja keras sudah tertanam dalam dirinya sejak ia mengenal olahraga ini pada tahun 1985 saat usianya menginjak usia 13 tahun.
Lahir di Denpasar bali, 29 April 1971 dari pasangan I Gusti Putu Raka Adi (ayah) dan Gusti Ketut Oka (ibu), Oka pertama kali mengenal selancar angin karena melihat banyak turis (bule) berselancar ria di Bali.
Baru setahun berlatih, anak kedua dari tiga bersaudara ini sudah memperlihatkan prestasi dengan menjadi juara Bali Open. Dari sinilah para Pembina dari Pengurus Besar Persatuan Olahraga Layar dan Selancar Angin Indonesia (PB Porlasi) melihat bakat besar pada diri Oka. Tahun 1986, dia dikirim ke Singapura Open dan menjadi juara. Keberhasilannya di Singapura semakin membuat yakin para pengurus dan Pembina PB Porlasi.
Pengurus teras Porlasi waktu itu, Kolonel Laut Iskandar Sitompoel terjun langsung sebagai pelatih Oka. Melalui didikan keras ala militer yang diterapkan Iskandar, kemampuan Oka makin terasah sehingga dia tidak terkalahkan di tingkat nasional mulai tahun 1986-2004. Hal ini bisa dilihat dari keberhasilannya merebut medali emas di arena PON sejak 1989-2004 di Palembang, Sumsel.
“Saya berterimakasih kepada Pak Iskandar karena berkat bimbingan beliau yang sarat disiplin itu menjadikan prestasi saya cukup disegani bukan saja di dalam negeri tapi juga di tingkat internasional seperti SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade”, ujar Oka, yang merupakan suami dari Gusti Made Dwi Ari itu.
Empat kali menjadi juara Sea Games, masing-masing tahun 1993 di Singapura, 1995 di Chiang Mai, Thailand, 1997 di Jakarta dan 2001 di Kuala Lumpur, mengantarkan Oka  memperoleh penghargaan khusus dari Organisasi Selancar Angin Asia Tenggara. Di Asian Games, dia dua kali merebut medali emas, yakni tahun 1998 di Bangkok, Thailand dan 2002 di Busan, Korsel.
Prestsi paling mengesankan saat di Busan, Korsel. Hal ini dikarenakan medannya yang berat. Di Busan, telapak kakinya berdarah dan mengelupas juga tubuhnya babak belur. Di race terakhir ia bertanding dalam keadaan perut yang kosong karena kehabisan makanan.
Meskipun selalu gagal memperoleh medali dalam penampilannya di tiga Olimpiade (1996 di Atlanta, 2000 di Sydney, dan 2004 di Athena), prestasi Oka sesungguhnya tidak terlalu jelek. Ia masih bisa menembus posisi ke-11 di Atlanta, 13 di Sydney, dan 15 di Athena.
Oka mengakui olahraga layar adalah olahraga yang mahal. Untuk bisa mencapai sukses di Asian Games itu PB Porlasi harus mengeluarkan uang sebanyak 2 milyar hanya untuk seorang Oka. Makanya tidak mengherankan, Oka seakan berjuang sendirian. Kondisi inilah yang membuat prestasi atlet lainnya terhambat.
Merasa dirinya sudah tua, Oka mengatakan dirinya untuk mundur sebagai atlet dan beralih sebagai pelatih. Apalagi kini dia memiliki klub selancar yang membina puluhan anak didiknya di Sanur Win Surfing Club. Sejak tahun 2003 ia juga menjabat sebagai Ketua Pengda Porlasi Bali setelah seelumnya memimpin Pengcab Porlasi Kodya Denpasar. Bahkan di PB Porlasi Oka duduk sebagai Ketua Asosiasi Selancar Angin Indonesia. Boleh jadi seluruh hidup Oka dicurahkan untuk selancar angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesian Freebie Web and Graphic Designer Resources