Kamis, 01 September 2011

OLICH SOLICHIN, GURU PROFESIONALISME BULUTANGKIS














Ketika Olich Solihin memutuskan untuk melatih tim bulutangkis Kanada tahun 1974, kontroversi terjadi. Banyak yang menilainya tidak nasionalis. Tapi belakangan semua menyadari, itu bukan sekedar pilihan hidup seorang Olich. Olich seperti sedang “mengajarkan” mengenai profesionalisme. Di sisi lain, Olich harus diakui turut mengibarkan bendera bulutangkis, dimana saat itu posisi Indonesia sangat kuat.
Salah satu prestasi almarhum Olich Solichin yang berbekas hingga sekarang adalah mantapnya posisi Korea Selatan sebagai elite bulutangkis dunia. Berkat polesannya yang melatih di sana tahun 1983, permainan atlet bulutangkis Korsel yang semula kaku, berubah menjadi mulus, khususnya di bagian putra. Ini karena Olich memiliki karakter permainan khas Jawa Barat yang lincah.
Sebelum kedatangannya, prestasi negeri ginseng secara sporadis sudah ada tapi belum begitu menonjol baik di kawasan Asia maupun internasional. Pegalamannya yang segudang sebagai pemain dan pelatih membuat Olich mampu menularkan ilmunya dengan baik bagi pemain-pemain Korea Selatan.
Kelahiran Tasikmalaya, 17 April 1926 yang mempunyai 9 orang anak ini, termasuk pelopor munculnya Jawa Barat dalam perbulutangkisan nasional yang marak kembali setelah Indonesia mencapai kemerdekaan. Rekan seangkatannya antara lain Rusdi, Apit, Eddy Yusuf dari Bandung dan Kusumayadi dari Bogor. Ketika Eddy pindah ke Jakarta tahun 1952 , Olich tetap bertahan di Jawa Barat. Namun dalam hal prestasi, ia selalu kalah bersaing dari pemain yang lebih muda usianya.
Pada kejuaraan dalam rangka Kogres PBSI 1952, dia gagal masuk 4 besar. Hanya Kusumayadi dari Jabar yang bisa bertahan bersama Ferry Sonneville, Eddy, dan Tan King Gwan. Prestasinya pun berhasil dilewati juniornya yang lain, Tan Joe Hok, yang melejit di usia belasan tahun. Walaupun demikian, Olich termasuk pemain yang serin diundang untuk ikut seleksi nasional. Baik untuk pembentukan tim maupun dikirim bertanding ke luar negeri seperti ke Malaya atau India.
Dalam suatu pertandingan di Kuala Lumpur tahun 1955, Olich membuat penonton tercengang  ketika dia menaklukkan  juara All England 3 kali (1953-1955), Eddy Choong, di depan publiknya sendiri. Padahal,  Eddy sang legenda Malaysia itu tidak hanya ditakuti pemain Asia, tapi juga di seluruh dunia karena hampir tidak ada yang pernah mengalahkannya.
Ia ikut ke Australia dan Selandia Baru ketika regu Indonesia harus berttarung di penyisihan interzone  Piala Thomas pada bulan Oktober tahun 1957. Dia menjadi tunggal kedua di antara Tan Joe Hok dan Lie Po Djian.
Setelah berhenti menjadi pemain, Olich langsung menjadi pelatih. Bahkan di Tim Nasional yang disiapkan untuk Piala Thomas, tahun 1964 dan pelatnas Asian Games. Salah satu ketrampilannya yang juga banyak dikenang rekan seangkatannya adalah kemampuan istimewa Olich menyetem senar raket. Ketua umum PBSI, Soekamto Sayidiman bercerita di sela-sela pertandingan Piala Thomas 1964 di Tokyo, di malam hari saat pemain sudah tidur. Olicg sang pelatih melakukan pekerjaan tambahannya menyiapkan raket sampai selesai. Ketika pemain bangun pagi, raket mereka sudah siap pakai. Itu sebabnya kalau raket mereka belum dipegang Olich, pemain merasa belum sreg untuk bertanding.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesian Freebie Web and Graphic Designer Resources