Minari, yang kini sudah almarhumah, adalah seorang legenda bulutangkis putri. Masa pengabdiannya sebagai atlet di tingkat nasional tergolong panjang. Kelahiran Pasuruan (Jatim), 10 Mei 1944 ini muncul pertama kali ketika menjuarai nomor tunggal putri dalam kejuaraan Nasional tahun 1959 di Malang sebagai remaja berusia 15 tahun. Karirnya diakhiri saat dia bersama Regina Masli di ganda putri yang menentukan kemenangan Indonesia atas Jepang untuk merebut Piala Uber di Istora Senayan tanggal 6 Juni 1975 saat sudah menjadi ibu dari tiga orang anak dalam usia 31 tahun.
“Saya tahu banyak yang ragu akan kemampuan saya, tetapi tekad saya murni. Saya melihat para pemain muda, memerlukan semacam dorongan yang hanya dapat dirasakan oleh saya sebagai bekas pemain”, ujar Minarni kepada media sesaat setelah kemenangan, yang membuat Indonesi menjadi negara ketiga yang menjuarai Piala Uber setelah Jepang dan AS, sekaligus menjadi negara pertama yang menyandingkan Piala Thomas dan Piala Uber.
Minarni adalah fenomena luar biasa. Dialah pemain putri pertama Indonesia yang maju ke final tunggal putri All England, juara ganda putri All England, dan merebut Piala Uber. Dia seperti dilahirkan menjadi juara meskipun keinginan awalnya adalah menjadi pilot. Dia mundur dari cita-citanya itu setelah salah satu giginya copot.
Putri sulung Inspektur polisi Loso Atmoharjono ini bermain bulutangkis sejak usia 7 tahun. Hal ini disebabkan, kompleks perumahannya ada lapangan bulutangkis. Ayahnya yang melihat bakat dalam diri Minarni, turut memberi andil besar bagi perkembangan sang anak dengan memberi keleluasaan berlatih setelah sekolah atau memberikan raket baru untuk bermain. Dalam kiprahnya di tingkat Nasional, Minarni berhasil mencatat prestasi yang spektakuler. Dia menjadi juara Nasional dalam 5 kali Kejurnas, sejak 1959-1967. Dia menjadi juara ganda PON di tahun 1961 (bersama Nyoo Koen Nio) dan 1969 (bersama Utami Dewi).
Salah satu prestasi besarnya adalah ketika merebut 3 medali emas di Asian Games 1962, dengan menjadi juara tunggal dan ganda (bersama Retno Kustiyah), dan beregu putri. Mengenai kenangan yang paling mengesankan, Minarni dalam satu kesempatan pernah mengatakan, saat menjadi juara ganda putri All Englad (bersama Retno Kustiyah) tahun 1968 dan finalis tunggal putri, Ketua Umum PB PBSI Sudirman memutuskan tidak mengirim pemain ke kejuaraan paling disegani di cabang bulutangkis itu, karena menganggap pemain Indonesia belum pulih dari “tragedi Scheele” di Senayan.
Para pemain waktu itu protes dan mengajukan surat pengunduran diri sebagai pemain nasional bila tidak dikirimkan. Dalam kondisi jalan buntu karena PBSI tetap bersikeras pada keputusannya, Dirjen Olahraga Departemen Pendidikan, Soekamto Sajidiman dan tokoh bulutangkis Ferry Sonneville lalu mencari jalan tengah karena berpendapat pemain dalam kondisi baik. Keduanya mencari dana untuk memberangkatkan pemain. Dana waktu itu diperoleh dari bantuan Dirut Pertamina Ibnu Sutowo sehingga mereka jadi bertolak ke London seelah akhirnya PBSI menyetujui.
Waktu kemudian membuktikan para pemain merebut 2 gelar di kejuaraan tidak resmi itu. Tahun itu pula melahirkan pemain muda Rudy Hartono yang merebut gelar di tunggal putra (yang kemudian tercatat 8 kali menjadi juara All England ) dan Minarni /Retno berjaya di ganda putri. Di tunggal, keinginan Minarni untuk menjadi juara digagalkan E. Twedberg di final. Walau demikian, prestasi yang diperolehnya sudah fenomenal.
“Kami bangga, karena itulah untuk pertama kalinya pemain Asia bisa menjadi juara di ganda, karena sebelumnya didominasi pemain Eropa”, kata Minarni.
Setelah ditembus Minarni/Retno di tahun-tahun berikutnya, pemain putri Asia, khususnya Jepang, mampu menjadi juara. Minarni sempat menjadi pelatih tunggal putri di Pelatnas dan di awal kemunculan Susi Susanti di tahun 1980-an. Dia pun pernah menjadi pengurus PBSI Jakarta Pusat, periode 1990-1993. Dalam tahun-tahun terakhir menjelang wafatnya, dia sibuk menyelenggarakan kejuaraan bulutangkis antarpelajar di berbagai kota di tanah air. Tujuannya adalah menciptakan kompetisi di tingkat bawah yang merupakan titik lemah pembinaan bulutangkis kita.
Minarni meninggal dunia dalam usia 59 tahun di RS Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta Selatan pada 14 Mei 2003 karena komplikasi radang paru-paru dan lever. Jenasah dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta Selatan.
Prestasi
Tunggal Putri
- Finalis Piala Uber 1969 (Tim Indonesia)
- Finalis Piala Uber 1972 (Tim Indonesia)
- Juara Piala Uber 1975 (Tim Indonesia)
- Juara Malaysia Terbuka 1960
- Medali Emas Asian Games 1962
- Juara Malaysia Terbuka 1966
- Juara Malaysia Terbuka 1967
- Finalis All England 1968
- Juara AS Terbuka 1969
Ganda Putri
- Medali Emas Asian Games 1962 (Minarni/ Retno Koestijah)
- Medali Emas Asian Games 1966 (Minarni/ Retno Koestijah)
- Juara Malaysia Terbuka 1966 (Minarni/ Retno Koestijah)
- Juara Malaysia Terbuka 1967 (Minarni/ Retno Koestijah)
- Juara All England 1968 (Minarni/ Retno Koestijah)
- Juara Kanada Terbuka 1969 (Minarni/ Retno Koestijah)
- Juara AS Terbuka 1969 (Minarni/ Retno Koestijah)
Ganda Campuran
- Juara Kanada Terbuka 1969 (Darmadi/ Minarni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar