Jumat, 02 September 2011

TJUNTJUN SI GESIT DAN CERDIK



Tjuntjun adalah seorang atlet bulutangkis yang cerdik dan gesit dalam mencocor bola di depan net. Gerakannya dalam menutup bidang permainan sendiri juga lincah. Ia dipasangkan dengan Johan Wahjudi pada awal 1970-an oleh pelatih Stanley Gouw. Mereka kemudian merajalela, dengan awal prestasi pada kejuaraan nasioanal di Solo tahun 1972. Tahun berikutnya, mereka menjajal All England. Mereka msuk final, namun dikalahkan “seniornya” Christian/Ade Chandra. Setahun kemudian, giliran Tjuntjun/ Johan yang menjadi juara. Meski di final, bukan Christian/Ade yang dikalahkan, melainkan Christian/Iie Sumirat. Ade cidera tangan karena kecelakaan motor. Setelah itu, mereka menjadi juara, tahun 1977,1978,1979, dan 1980. Mereka gagal tahun 1976, ketika Rudy mencetak rekor delapan kali juara.
Dari berbagai penampilan All England, tahun 1980 merupakan tahun yang paling mengesankan bagi Tjuntjun. Waktu itu, kakinya cidera dan pinggangnya sakit. Seharusnya mereka tidak dikirim ke All England, tetapi diminta PBSI agar berangkat. Ia pun berangkat dengan dibekali obat-obatan yang diperlukan. Namun, musibah lain menimpanya. Kakinya luka pada babak awal ketika menghadapi Martin Dew/Ray Rofe. Di final, ketika menghadapi ,Mike Tredgett/Ray Stevanus kakinya berdarah.
“Hampir tidak main, luar biasa sakitnya,” kata Tjuntjun. Dia disuntik pemati rasa oleh dokter tim dan menahan rasa sakit. Tjuntjun bersama Johan menjadi juara: empat kali berturut-turut, menyamai Finn Kobber/Hammergaard Hansen. Sepulang ke Indonesia, ia jatuh sakit. Dia sempat masuk rumah sakit selama 10 hari. Kakinya pun dioperasi.
Perjalanan pasangan Tjuntjun/Johan sebenarnya tidak selamanya mulus. Kadang mereka bertengkar, kadang mereka berselisih. Soal apa saja mereka bisa bertengkar, terutama soal bisnis. Waktu itu, memang Tjuntjun sedang merintis bisnis pakaian dan peralatan olahraga. Entah bagaimana, terjadilah perselisihan pendapat.
Tjuntjun juga pernah dipasangkan dengan Christian untuk PON. Bahkan, sempat disebarkan berita, Tjuntjun/Christian lebih hebat dari Tjuntjun/Johan. Namun, tetap saja Tjuntjun/Johan yang maju, sampai mereka “dilindas” kereta api China tahun 1982. Selain All England, mereka juga juara dunia (Malmoe 1977) dan Asian Games (Teheran 1974).
Kenangan lain dari Tjuntjun adalah, ketika menjadi finalis invitasi Dunia II di Jakarta tahun 1974. Saat berhadapan dengan Svend Pri. Ia menang set pertama 15-3 dan set kedua unggul 14-8, tetapi kemudian dikalahkan dengan point 16-17. Set berikutnya milik Pri,  15-10. Gagalah ia menjadi “juara dunia”.
Di Asian Games, Tjuntjun juga sempat mengalami hal demikian ketika melawan pemain China, Fai Kai Hsiang dalam partai menentukan kejuaraan beregu. Ini yang kemudian menimbulkan tanda tanya orang. Dia pun kemudian dianggap mempunyai “game point syndrome”, sindrome satu angka terakhir.
Di tunggal ini, ia sempat menjadi juara di Ipoh dengan mengalahkan Liem Swie King.
Tjuntjun berasal dari keluarga yang menyenangi olahraga, terutama bulutangkis. Ia menyenangi olahraga ini terutama karena dibawa oleh saudara-saudaranya yang lebih tua. Liong Tong Seng dan Liang Chiu Hsia adalah mereka yang berkiprah di dunia bulutangkis ini. Mereka biasa berlatih di kota Cirebon. Tong Seng lah yang mula-mula membina Tjuntjun. Jika bersama rekan-rekannya berlari untuk membina fisik, Tjuntjun selalu dibawa. Ia kuat. Saat itu, usia Tjuntjun masih 12 tahun.
Tahun 1969, ia menjadi juara di Cirebon. Saat itu, usianya 15 tahun. Tong seng kemudian membawa Tjuntjun ke Bandung, bergabung dengan klub Mutiara. Disitulah ia mulai bersinar. 1970 bersama Tatat menjadi runners-up nasional. Dan begitu dipasangkan dengan Johan, dia pun melambung terus.
Tjuntjun  3 kali memperkuat tim Piala Thomas Indonesia. 1973,1976,1979. Bersama dengan Rudy Hartono, Liem Swie King, Iie Sumirat, Johan Wahjudi, Christian Hadinata, dan Ade Chandra, dia menjadi “Tujuh Pendekar Bulutangkis Indonesia”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesian Freebie Web and Graphic Designer Resources